Pada prinsipnya, Islam telah memiliki epistemologi yang komprehensif
sebagai kunci untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Hanya saja dari tiga
kecenderungan epistemologis yang ada [bayani, irfani dan burhani ], dalam perkembangannya lebih didominasi oleh corak berpikir bayani yang sangat tekstual dan corak berpikir irfani [kasyf] yang sangat sufistik. Kedua kecenderungan ini kurang begitu memperhatikan pada penggunaan rasio [ burhani ] secara optimal.
Dalam epistemologi bayani sebenarnya ada penggunaan rasio [akal],
tapi relatif sedikit dan sangat tergantung pada teks yang ada.
Penggunaan yang terlalu dominan atas epistemologi ini, telah menimbulkan
stagnasi dalam kehidupan beragama, karena ketidakmampuannya merespon
perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan epistemologi bayani
selalu menempatkan akal menjadi sumber sekunder, sehingga peran akal
menjadi terpasung di bawah bayang-bayang teks, dan tidak menempatkannya
secara sejajar, saling mengisi dan melengkapi dengan teks.
Pendekatannya yang supra-rasional, menafikan kritik atas nalar, serta
pijakannya pada logika paradoksal yang segalanya bisa diciptakan tanpa
harus berkaitan dengan sebab-sebab yang mendahuluinya, mengakibatkan
epistemologi ini kehilangan dimensi kritis dan terjebak pada nuansa
magis yang berandil besar pada kemunduran pola pikir manusia
Dalam menyikapi kemunduran pada Iptek yang dialami oleh umat Islam
dewasa ini, maka seyogyanya umat Islam lebih mengedepankan epistemologi
yang bercorak burhani dengan dipandu oleh kebersihan hati sebagai maninfestasi dari epistemologi irfani. Penggunaan akal yang maksimal bukan berarti pengabaian terhadap teks [nash]. Teks tetap dipakai sebagai pedoman universal dalam kehidupan manusia.
Manusia dan akalnya adalah penentu dalam perkembangan kehidupan setelah adanya patokan-patokan nash.
Tetapi patokan ini, terutama yang diberikan al-Qur’an masih bersifat
global. Hal ini bertujuan agar memberikan kekuasaan bagi manusia
menyesuaikan dengan realitas keadaan dan zaman yang terus berubah
Epistemologi burhani berusaha memaksimalkan akal dan menempatkannya sejajar dengan teks suci dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam epistemologi burhani
ini, penggunaan rasionalitas tidak terhenti hanya sebatas rasio belaka,
tetapi melibatkan pendekatan empiris sebagai kunci utama untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan, sebagaimana banyak dipraktekkan oleh para
ilmuan Barat.
Monday, October 15, 2012
Friday, October 12, 2012
PANDANGAN ISLAM TERHADAP SAINS
Islam
adalah agama yang sangat menganjurkan umatnya untuk mengerahkan segala
kemampuannya dalam menggunakan akalnya serta memikirkan segala apa yang
ada di alam semesta ini. Hal ini sebagaimana tercantum dalam ayat
Al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 33 yang artinya “Hai jama'ah jin dan
manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi,
Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Dalam ayat tersebut Allah saw memberikan kesempatan kepada manusia
untuk melakukan pemikiran (menggunakan aklnya) dan eksplorasi terhadap
alam semesta. Upaya penaklukan ruang angkasa harus dilihat sebagai suatu
ibadah manusia yang ditujukan selain untuk memahami rahasia alam, juga
demi masa depan kehidupan manusia.
Menurut
Muhammad Ismail sebagaimana dikutip oleh Sudjana (2008 : 12) mengatakan
bahwa pemahaman Islam tidak lain adalah pemikiran-pemikiran yang
memiliki penunjukan-penunjukan nyata, yang dapat ditangkap dengan logika
selama masih dalam batas jangkauan akalnya. Namun, bila hal-hal
tersebut berada diluar jangkauan akalnya, maka hal itu ditunjukan secara
pasti oleh sesuatu yang dapat diindera, tanpa rasa keraguan sedikitpun.
Dengan demikian peranan akal bagi manusia sangatlah penting dan
mendasar karena dengan akalnya ia dapat menentukan yang terbaik bagi
dunia dan akhirantnya kelak.
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM PANDANGAN HUBUNGAN SAINS DAN ISLAM
Dalam meninjau hubungan sains dan agama, disini akan menunjukkan
pandangan keempat tipe hubungan sains dan Islam terhadap satu tema penting
seputar penciptaan alam semesta menurut tesis konflik, independensi, dialog,
dan integrasi.
1.
Konflik
Pandangan Konflik dihadirkan oleh kalangan Atheis yang mengatakan
bahwa keseimbangan gaya pada alam semesta yang menghasilkan kondisi yang
kondusif bagi munculnya kehidupan dan kecerdasan adalah kebetulan semata. Menurut
mereka, manusia secara kebetulan berada di dalam sebuah alam semesta yang
memungkinkan hadirnya kehidupan dan kecerdasan. Demikian pula pendapat materialis
ilmiah mengenai kosmologi mengarahkan manusia kepada faktor kebetulan atau keniscayaan,
bukan mengarahkan manusia kepada desain atau tujuan.
2.
Independensi
Pada pandangan independensi, kalangan teolog mengklaim adanya
keharmonisan antara proses kosmik dengan Kitab Kejadian. Sejarah kosmik yang
menghasilkan pesona yang cerdas ditafsirkan sebagai ekspresi dari tujuan Tuhan
dan sebagai manifestasi sifat Tuhan yang cerdas dan personal.
Selanjutnya pendukung Independensi mengkalim bahwa makna religius
dari penciptaan dan fungsi penciptaan tidak ada kaitannya dengan teori ilmiah
tentang proses fisika kosmologi yang terjadi pada masa lalu. Menurut mereka dunia
tidak pula menjadi bagian dari Tuhan, atau berbeda dengan Tuhan. Sejumlah
Teolog berbagi pandangan bahwa kitab suci membawa gagasan yang dapat diterima,
tidak tergantung pada kosmologi sains. Sains dan agama melayani fungsi yang
berbeda dalam kehidupan manusia. Tujuan sains adalah memahami hubungan sebab-akibat
diantara fenomena-fenomena alam, sedangkan tujuan agama adalah mengikuti suatu
jalan hidup di dalam kerangka makna yang lebih besar. Pemisahan tersebut
menutup kemungkinan adanya hubungan positif dan koheren antara sains dan agama.
3.
Dialog
Pendukung tesis dialog mengatakan bahwa sains memiliki perkiraan
dan pertanyaan-pertanyaan batas yang tidak dapat dijawab sendiri oleh sains. Maka
untuk menemukan jawaban atas pertanyaan sains itu, mereka menggunakan tradisi
keagamaan dengan doktrin biblikal tentang penciptaan yang memberikan
konstribusi penting terhadap kemajuan sains tanpa merusak integritas sains itu
sendiri.
4.
Integrasi
Pendukung tesis integrasi merespon masalah kosmologi ini dengan
korelasi yang lebih dekat antara kepercayaan keagamaan dengan teori ilmiah
daripada yang dilakukan oleh pendukung tesis dialog. Gagasan mereka adalah
bahwa Tuhan benar-benar mengontrol semua peristiwa penciptaan yang tampak oleh
manusia sebagai kebetulan. Manusia dapat melihat desain proses keseluruhan di
dalam kehidupan yang terjadi dengan kombinasi dan ciri proses tertentu.
Keindahan bumi yang luar biasa mengekspresikan rasa syukur atau berkah
kehidupan, serta bentangan ruang dan waktu kosmos yang tak terbayangkan
memperlihatkan kerja Sang Pencipta yang diidentifikasi bertujuan sebagai
tatanan pemikiran bagi manusia bahwa segala sesuatu terjadi menurut perencanaan
yang sangat terperinci dan dalam kontrol total Tuhan.
Beberapa fisikawan memandang adanya bukti desain dalam alam semesta
ini. Dyson misalnya telah memberikan sejumlah contoh tentang sejumlah peristiwa
yang tampaknya mengarah ke terbentuknya alam semesta yang dapat dihuni.
Kemudian dia menyimpulkan bahwa semakin banyak dia menelaah alam semesta
dan mencermati detail arsitekturnya, semakin banyak bukti yang saya temukan
bahwa alam semesta dalam sejumlah pengertian telah mengetahui keberadaan kita,
artinya telah desain arsitekturnya telah dicocokkan dengan kondisi biologis
kita. Kaum beragama telah menggap hal ini sebagai bagian dari desain Tuhan.
Setelah meninjau pandangan keempat tipe hubungan sains dan agama
dalam merespon masalah penciptaan, penulis lebih mendukung dan mengakomodasi
pendekatan integrasi dalam menghubungkan sains dan Islam, karena dalam hubungan
integrasi ini keanekaragaman realitas yang relatif terpadu dengan Kesatuan
Realitas yang Mutlak. Di mana realitas sains memiliki konvergensi dengan
realitas yang diungkapkan Alquran mengenai fenomena alam dan manusia. Tanpa
integritas keduanya, manusia akan terus menghadapi problematika modernitas
sains di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
HUBUNGAN AGAMA DAN SAINS
Isu hubungan agama dan sains tidak selalu diisi dengan pertentangan dan ketidaksesuaian. Banyak kalangan yang berusaha mencari hubungan antar keduanya pada posisi, yaitu sains tidak mengarahkan agama pada jalan yang dikehendakinya; dan agama juga tidak memaksakan sains untuk tunduk pada kehendaknya.Kalangan lain beranggapan bahwa agama dan sains tidak akan pernah dapat ditemukan, keduanya adalah entitas yang berbeda, memiliki wilayah masing-masing yang terpisah baik segi objek formal-material (ontologi), metode penelitian (epistemologi), serta peran yang dimainkan (aksiologi).
Di akhir dasawarsa tahun 90-an sampai sekarang, di Amerika Serikat dan Eropa Barat khususnya, berkembang diskusi tentang sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci).Diskusi dimulai oleh Ian G. Barbour yang mengemukakan teori “Empat Tipologi Hubungan Sains (Ilmu Pengetahuan) dan Agama (Kitab Suci)".Yaitu :
1. Tipologi Konflik.
Tipe ini menganggap bahwa agama dan ilmu pengetahuan itu saling bertentangan. Tipologi ini dianut oleh kelompok materialisme ilmiah dan kelompok literalisme kitab suci.Kelompok materialisme ilmiah berpendapat bahwa keyakinan agama tidak dapat diterima karena agama bukanlah data publik yang dapat diuji dengan percobaan. Kelompok materialisme ilmiah berpendapat bahwa sains (ilmu pengetahuan) bersifat obyektif, terbuka, dan progressif, sedangkan agama (kitab suci) bersifat subyektif, tertutup, dan sangat sulit berubah. Kelompok literalisme kitab suci berpendapat bahwa teori ilmiah melambungkan filsafat materialisme dan merendahkan perintah moral Tuhan. Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata munculnya pertentangan antara sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci) disebabkan oleh fundamentalisme sains (ilmu pengetahuan) dan fundamentalisme agama (kitab suci).
2. Tipologi Independensi.
Pandangan ini berpendapat bahwa semestinya tidak perlu ada konflik karena sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci) berada di domain yang berbeda, yaitu sains (ilmu pengetahuan) sebagai kajian atas alam sedangkan agama (kitab suci) sebagai rangkaian aturan berperilaku.
FAKTA SAINS DAN ISLAM
Lebah
Madu
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia," kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan."
(QS. An-Nahl: 68-69)
Hampir semua orang tahu bahwa madu adalah sumber makanan penting
bagi tubuh manusia, tetapi sedikit sekali manusia yang menyedari sifat-sifat
luar biasa dari penghasilnya, iaitu lebah madu.
Sebagaimana kita
ketahui, sumber makanan lebah adalah nektar,
yang tidak dijumpai pada musim dingin. Oleh kerana itulah, lebah mencampur
nektar yang mereka kumpulkan pada musim panas dengan cairan khusus yang
dikeluarkan tubuh mereka. Campuran ini menghasilkan zat bergizi yang baru-iaitu
madu dan menyimpannya untuk musim dingin yang akan datang.
Sungguh menarik untuk diketahui
bahawa lebah menyimpan madu jauh
lebih banyak dari yang sebenarnya. Pertanyaan pertama yang
muncul pada benak kita adalah: mengapa lebah tidak menghentikan produksi
berlebih ini, yang tampaknya hanya membuang-buang waktu dan energi? Jawaban
untuk pertanyaan ini tersembunyi dalam kata "wahyu" yang telah
diberikan kepada lebah, seperti disebutkan dalam ayat tadi.
Lebah memproduksi madu bukan untuk diri mereka sendiri, melainkan
juga untuk manusia. Sebagaimana makhluk lain di alam, lebah juga mengabdikan
diri untuk melayani manusia; sama seperti ayam yang bertelur setidaknya sebutir
setiap hari kendatipun tidak membutuhkannya dan sapi yang memproduksi susu jauh
melebihi kebutuhan anak-anaknya.
Organisasi Yang Luar
Biasa Dalam Sarang Lebah
Kehidupan
lebah di sarang dan produksi madunya sangatlah menakjubkan. Tanpa membahas
terlalu terperinci, marilah kita amati ciri-ciri utama "kehidupan sosial"
lebah. Lebah harus melaksanakan banyak "tugas" dan mereka mengatur
semua ini dengan organisasi yang luar biasa.
FAKTA-FAKTA SEJARAH PENEMUAN SAINS DAN TEKNOLOGI ISLAM YANG DISEMBUNYIKAN BARAT
Sejarah
adalah peristiwa yang sudah terjadi, namun baru ditulis kemudian, jauh
setelah kejadian sebenarnya berlalu. Sebagai cerita masa lalu sejarah
mudah untuk dimanipulasi, dan disampaikan kepada generasi berikutnya
yang hanya bisa menerima mentah-mentah informasi itu sebagai kebenaran.
Informasi
mengenai penemuan-penemuan sains dan teknologi yang pernah kita terima
kebanyakan berasal dari buku-buku pengetahuan Barat. Penemu-penemu yang
disebut sebagai yang pertama di dunia itu pun dipuji sebagai orang yang
berjasa kepada ilmu pengetahuan dan umat manusia.
Abad pertengahan, masa kegelapan di Barat
Sejak
jatuhnya kekaisaran Romawi tanggal 4 September 476, ketika kaisar
terakhir dari kekaisaran Romawi Barat, Romulus Augustus, diberhentikan
oleh Odoacer, seorang Jerman yang menjadi penguasa Itali setelah Julius
Nepos meninggal pada tahun 480, maka dikatakan Eropa telah memasuki
Masa-masa Kegelapan (Dark Ages). Masa-masa
Kegelapan ini berlangsung kira-kira dari tahun 476 itu hingga
Renaisans, sekitar tahun 1500-an. Renaisans disebut juga masa kelahiran
kembali Eropa, atau kelahiran kembali budaya Yunani dan Romawi Purba,
berupa kemajuan di bidang seni, pemikiran dan kesusasteraan yang
mengeluarkan Eropa dari kegelapan intelektual abad pertengahan.
Kembalinya
budaya Yunani dan Romawi Purba tersebut direbut dari tangan
ilmuwan-ilmuwan Islam setelah mengalami perkembangan yang luar
biasa. Dengan tanpa malu-malu, plagiator-plagiator Eropa itu mengklaim
bahwa penemuan-penemuan sains dan teknologi itu adalah hasil usaha
mereka.
Fakta-fakta sejarah sebenarnya
Thursday, October 11, 2012
PANDANGAN ISLAM TERHADAP SAINS DAN TEKNOLOGI
Sains dan Islam merupakan dua bidang
ilmu pengetahuan yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Sains dan Islam
merupakan bidang ilmu pengetahuan yang memiliki cara pandang yang berbeda dalam
menyikapi kehidupan di zaman ini. Namun disamping perbedaan teresebut masih ada
hubungan timbal-balik yang sangat dahsyat diantara sains dan Islam, apabila dikeduanya
diintegrasikan dengan pola baik.
Hubungan antara sains dan
agama kini menjadi pertimbangan penting
dikalangan pemikir, dan pembentukan kuliah-kuliah akademik tentang sains dan Islam
merupakan petunjuk kuat tentang hal tersebut. Oleh karena demikian, maka makalah yang dihadapan saudara ini adalah salah satu
bentuk upaya untuk mengkaji pandangan hubungan sains dan Islam, yakni dari sisi
pandangan konflik, independensi, dialog, dan integrasi.
Islam memiliki kepedulian dan perhatian penuh kepada
ummatnya agar terus berproses untuk menggali potensi-potensi alam dan
lingkungan menjadi sentrum peradaban yang gemilang. Dalam konteks ini, tidak
ada pertentangan antara sains dan Islam, dimana keduanya berjalan seimbang dan
selaras untuk menciptakan khazanah keilmuan dan peradaban manusia yang lebih baik dari
sebelumnya.
Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa
Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat
mendukung umatnya untuk melakukan
penelitian dan bereksperimen
dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam, sains dan teknologi
adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya.
Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini merupakan anugerah bagi
manusia sebagai khalifatullah di bumi untuk diolah dan dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya.
Subscribe to:
Posts (Atom)